Ras Melayu datang pertama kali ke daerah Riau sekitar tahun 2.500 SM. Mereka datang dari daratan Asia bagian tengah dan menyeberang dari Semenanjung Malaysia. Gelombang kedatangan kedua terjadi pada tahun 1.500 SM, dan gelombang kedatangan ketiga sekitar tahun 300 SM. Suku bangsa Melayu di daerah Riau adalah salah satu keturunan para migran dari daratan Asia tersebut. Dalam sejarah kebudayaannya mereka juga telah mengalami beberapa pengaruh peradaban, seperti Hindu, Islam, dan juga peradaban Cina dan Barat (Belanda, Inggris dan Portugis).
Pada abad-abad yang dulu mereka sempat mempunyai beberapa kerajaan, seperti Kesultanan Bintan atau Tumasik, Kandis atau Kuantan, Gasib atau Siak, Kriteng atau Inderagin, Lingga, Malaka, Rokan, Siak Sri Inderapura, Kampar, Pelalawan dan Singingi. Pada masa sekarang populasi mereka diperkirakan berjumlah sekitar 1 juta jiwa, tersebar terutama di Provinsi Riau maupun kepulauannya dan disekitar daerah aliran sungai-sungai besar di daratan Sumatera bagian Timur.
Bahasa Melayu Riau
Bahasa Melayu ini tidak jauh berbeda dengan bahasa Indonesia sekarang, malah dianggap sebagai salah satu dasar bahasa Indonesia. Disebut juga bahasa Melayu Tinggi, karena awalnya digunakan sebagai bahasa sastra oleh masyarakat Indonesia pada akhir abad yang lalu. Sebelum mengenal tulisan latin, masyarakat ini menuliskan gagasan mereka dalam tulisan arab-melayu atau arab gundul.
Mata Pencaharian Suku Melayu Riau
Orang Melayu di Riau ini amat sedikit yang bertanam padi di sawah, karena keadaan alamnya yang tidak memungkinkan untuk itu, namun sebagian kecil ada juga yang berladang. Pada masa dulu mungkin mereka lebih mengandalkan mata pencaharian mengolah sagu, mengumpulkan hasil hutan, menangkap ikan, berladang dan berdagang. Tanaman mereka biasanya padi ladang, ubi, sayuran dan buah-buahan. Kemudian mereka juga menanam tanaman keras yang sempat melambung harganya yaitu karet.
Baca juga Sejarah Suku Melayu Jambi
Sebagai masyarakat yang berdiam di wilayah perairan mereka juga banyak mengembangkan alat transportasi di laut, seperti lancang (perahu layar dua tiang dengan sebuah pondok di atasnya), penjajab (kapal kayu penjelajah), jung (perahu layar kecil), sampan balang (perahu layar kecil untuk menangkap ikan). Untuk di sungai mereka menggunakan sampan kolek, sampan kotak dan belukang, ketiganya tergolong perahu lesung yang ramping bentuknya. Kemudian ada pula yang disebut perahu jalur, yaitu perahu panjang yang digunakan untuk berlomba di sungai.
Masyarakat Melayu Riau
Setiap keluarga inti berdiam di rumah sendiri, kecuali pasangan baru yang biasanya lebih suka menumpang di rumah pihak isteri sampai mereka punya anak pertama. Karena itu pola menetap mereka boleh dikatakan neolokal. Keluarga inti yang mereka sebut kelamin umumnya mendirikan rumah di lingkungan tempat tinggal pihak isteri. Prinsip garis keturunan atau kekerabatan lebih cenderung parental atau bilateral.
Hubungan kekerabatan dilakukan dengan kata sapaan yang khas. Anak pertama dipanggil long, anak kedua ngah, dibawahnya dipanggil cik, yang bungsu dipanggil cu atau ucu. Biasanya panggilan itu ditambah dengan menyebutkan ciri-ciri fisik orang yang bersangkutan, misalnya cik itam jika cik itu orang hitam, ngah utih jika Ngah itu orangnya putih, cu andak jika Ucu itu orangnya pendek, cik unggal jika si buyung itu anak tunggal dan sebagainya.
Pada masa dulu orang Melayu juga hidup mengelompok menurut asal keturunan yang mereka sebut suku. Kelompok keturunan ini memakai garis hubungan kekerabatan yang patrilineal sufatnya. Tetapi orang Melayu Riau yang tinggal di daratan Sumatera dan dekat dengan Minangkabau sebagian menganut faham suku yang matrilineal. Ada pula yang menyebut suku dengan hinduk (induk atau cikal bakal). Setiap suku dipimpin oleh seorang penghulu. Kalau suku itu berdiam di sebuah kampung maka penghulu langsung pula menjadi Datuk Penghulu Kampung (Kepala Kampung). Setiap penghulu dibantu pula oleh beberapa tokoh seperti batin, jenang, tua-tua dan monti. Di bidang keagamaan dikenal pemimpin seperti imam dan khotib.
Baca juga Sejarah Suku Minangkabau
Pelapisan sosial dalam kehidupan masyarakat Melayu Riau ini tidak lagi tajam seperti di zaman kesultanan dulu. Walaupun begitu masih ada golongan-golongan tertentu yang dianggap mempunyai ciri keturunan sendiri, misalnya golongan bangsawan yang terdiri dari keturunan sultan dan raja, golongan datuk-datuk kepala suku, atau penghulu kepala kampung, kemudian ada lagi golongan pemuka masyarakat yang disebut cerdik pandai, orang tua-tua, golongan ulama dan orang-orang kaya.
Kesenian Suku Melayu Riau
Kesenian orang Melayu Riau kebanyakan bernafaskan budaya Islam. Disini berkembang seni sastra keagamaan yang dinyanyikan pula dengan iringan musik rebana, berdah, kerompang atau kompang dan sebagainya. Tari-tarian Melayu pernah populer pada awal kemerdekaan Indonesia. Di lingkungan masyarakat ini pernah pula lahir teater rakyat seperti mak yong, dul muluk, dan mendu. Musik Melayu dianggap sebagai dasar dari perkembangan musik dangdut yang populer sekarang.
Agama Dan Kepercayaan Suku Melayu Riau
Masyarakat Melayu Riau memeluk agama Islam sejak abad kesebelas Masehi. Tetapi dalam masyarakat ini juga masih dapat ditemui tokoh-tokoh yang menguasai ilmu gaib dan keyakinan animistis yang disebut bomo (dukun). Mereka percaya bahwa ada makhluk-makhluk halus yang bisa berubah wujud menjadi buaya putih, gajah memo, ular bidai, harimau tengkis dan lain-lain.
Referensi : Depdikbud 1977/1978, Loeb 1972
0 Response to "Sejarah suku melayu riau"
Posting Komentar